Leptospirosis pada Ternak

Makalah Penyakit Infeksius
Leptospirosis pada Ternak


A.    Latar Belakang
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri yang berbentuk spiral yang disebut Leptospira. Leptospirosis ditemukan di seluruh dunia pada hewan dan manusia. Epidemiologi penyakit ini memperlihatkan sifat yang sama dengan zoonosis lain yakni ia berpindah dari hewan ke hewan dan dari hewan ke manusia.
Selama bertahun-tahun dikira hanya tikus dan anjing merupakan sumber leptospirosis, akan tetapi dalam tahun-tahun belakangan ini nyata bahwa hewan-hewan liar juga menjadi induk semang leptospirosis. Pada waktu itu di beberapa Negara, leptospirosis merupakan penyakit penting pada lembu dan babi. Juga domba, kambing dan kuda diserang penyakit ini.
Pada hewan-hewan tersebut leptospira berada di dalam tubuli concerti ginjal dan dikeluarkan melalui urin dalam waktu jangka panjang. Artropoda ternyata tidak mempunyai peranan penting akan tetapi beberapa jenis caplak dapat menjadi penyebar penyakit (carier). Beberapa jenis (serotip) leptospira hanya mempunyai lebih dari satu induk semang akan tetapi beberapa jenis lain lagi mempunyai lebih dari satu induk semang. Pada satu induk semang juga dapat ditemukan bermacam serotip leptospira.
Pada umumnya penularan akibat kontak langsung dengan ternak seperti kotoran hewan yang telah terinfeksi bakteri yang dapat mengakibatkan gejala akut hingga menyebabkan kematian.
Contoh terbagus ialah L. canicola yang terutama didapatkan pada anjing. Leptospira ini telah diasingkan dari lembu, babi, dan jakal, sedangkan anjing sendiri merupakan induk semang untuk sekurang-kurangnya sembilan serotip leptospira.
Bakteri Leptospira mampu bertahan bertahan hidup di dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan yang kondisinya lembab  dan bersuhu hangat. Biasanya kondisi ini dialami pada daerah yang memiliki iklim tropis. Saat memasuki musim penghujan maka kejadian leptospirosis akan meningkat. Oleh sebab itu bakteri ini umumnya  akan menginfeksi hewan dan manusia akibat kondisi lingkungan yang telah terkontaminasi bakteri. Biasanya akibat kontaminasi urin tikus yang telah terinfeksi bakteri leptospirosis.

B.     Perumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan Leptospirosis?
2.      Apakah yang menyebabkan terjadinya penyakit Leptospirosis?
3.      Dari manakah sumber penular penyakit Leptospirosis?
4.      Bagaimana patogenesis penyakit Leptospirosis?
5.      Bagaimana epidemiologi penyakit Leptospirosis?
6.      Bagaimana gejala klinis pada ternak yang terserang Leptospirosis?
7.      Bagaimana cara mendiagnosis Leptospirosis?
8.      Bagaimana pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan pada penyakit Leptospirosis?













BAB  II
PEMBAHASAN


a.      Definisi
Leptospirosis adalah penyakit menular pada hewan dan manusia yang disebabkan oleh Leptospita interrogans pada ternak seperti ruminansia. Adapun leptospirosis disebut juga Weil’s disease, red water disease, infectious haemoglobinuria, yellow disease, canicola fever (pada manusia).
Penyakit ini tersebar luas di berbagai penjuru dunia, baik di dareah tropic maupun subtropik, terutama di daerah persawahan atau peternakan.

b.      Penyebab
Leptospirosis disebabkan oleh bakteri dari Genus Leptospira. Spesies Leptospira interrogans, yang terbagi dalam beberapa serotip. Serotip yang mempunyai sifat genetic yang hampir sama dikelompokkan menjadi satu kelompok serogroup. Terdapat lebih dari 150 serotip yang dikelompokkan menjadi 19 serogrup.
L. interrogans berbentuk batang, namun mempunyai lekuk-lekuk. Bakteri ini mempunyai gerakan yang khas. Suhu optimum untuk perkembangbiakan antara 28 – 30 oC. Bakteri ini bersifat Gram negatif, tetapi tidak mudah menyerap zat warna anilin.
c.       Sumber penular
Urine hewan (sapi, babi, anjing, dan tikus) tertular, air atau tanah tercemar urine hewan tertular merupakan sumber penularan ke hewan ternak ataupun manusia.
d.      Patogenesis
Leptospirosis diawali dengan Leptospira yang memasuki tubuh melalui selaput lendir, luka-luka pada kulit yang menjadi lebih lunak karena terkena air. Selanjutnya bakteri tersebut akan terbawa ke berbagai bagian tubuh dan memperbanyak diri di hati, ginjal, kelenjar mamae dan otak. Organisme tersebut dapat ditemukan di dalam maupun di luar jaringan yang terkena. Pada beberapa hari setelah infeksi dapat ditemukan adanya fase leptospiremia (biasanya terjadi pada minggu pertama). Beberapa serotip akan menghasilkan endotoksin, sedangkan serotip yang lain akan menghasilkan hemolisin yang berguna untuk merusak dinding kapiler darah hewan penderita. Pada reaksi yang berkepanjangan reaksi imunologik dapat timbul dan memperparah kerusakan jaringan.
Kematian penderita leptospirosis karena adanya septisemia, anemia hemolitika, kerusakan hati beratnya penderitaan akan bervariasi tergantung dari umur dan spesies hewan penderita, serta jenis bakteri leptospira itu sendiri.

e.       Epidemiologi
·         Spesies rentan
Hampir semua mamalia, terutama sapi, kambing, domba, babi, kuda, anjing, kucing, termasuk manusia peka terhadap leptospirosis. Sapi terutama terinfeksi oleh serotip pomona dan harjo. Pada babi sering ditemukan serotip Pomona dan tarrasovi. Anjing sering membawa seekor bataviae, canicola, dan icterohaemorrhagica.
·         Penularan
Pada ternak, penularannya terjadi melalui kontak langsung ataupun tidak langsung dari sumber penular. Kemudian pada lingkungan yang basah, misalnya tanah becek, kemampuan hidup Leptospirosis lebih lama, sehingga kemungkinan terjadinya penularan pada hewan ternak lebih besar. Kulit yang lecet atau sela-sela kuku merupakan tempat yang ideal untuk masuknya bakteri ini.

f.       Gejala klinis
Serotip yang banyak menyerang sapi adalah pamona dan harjo (termasuk dalam segrup Hebdomadis). Masa inkubasi sekitar satu minggu. Serotip pomona sering menimbulkan demam akut yang disertai anemia hemolidika, abortus pada sapi bunting, hemoglobinuria, dan terkadang fatal pada anak sapi. Karena urine berwarna merah, maka penyakit ini dikenal pula sebagai red water disease dan infectious haemoglobinuria. Haemoglobinuria hanya ditimbulkan oleh serotip Pomona, bukan oleh serotip harjo.
Pada babi, sebagian besar infeksi leptospirosis bersifat ringan atau subklinik. Namun, terkadang terjadi keguguran, mumifikasi fetus, atau anak lahir dalam kondisi lemah. Babi merupakan sumber penular yang potensial kepada sapi apabila kedua jenis hewan tersebut berdekatan.

g.      Diagnosis
Isolasi L. interrogans umumnya dilakukan dari specimen urine. Urine yang cocok untuk specimen diambil setelah penyakit berjalan sekitar satu minggu (fase leptospiruria). Isolasi dilakukan pada media buatan atau hewan percobaan. Pemeriksaan mikroskopik menggunakan medan gelap dapat dilakukan, tetapi interpretasinya sulit, sehingga dapat menimbulkan salah diagnosis.
Isolasi L. interrogans dapat pula dilakukan lewat darah pada fase bakteriemi, namun pada fase ini relative singkat, sehingga jarang dilakukan. Secara serologic, antibody terhadap leptospira dapat dilakukan dengan uji aglutinasi mikroskopik (menggunakan medan gelap) dan reaksi pengikatan komplemen, minimal seminggu setelah penyakit berjalan.

h.      Pencegahan dan pengobatan
Vaksinasi menggunakan serotip tertentu dilakukan pada hewan. Pada sapi, vaksinasi pertama dilakukan pada pedet umur 4 – 6 bulan, kemudian diulangi satu tahun sekali dengan menggunakan vaksin serotip harjo-pomona. Pada babi, vaksinasi biasanya diberikan pada umur 3 bulan. Untuk babi bibit, pengulangan vaksinasi dilakukan setiap 6 bulan menggunakan serotip pomona-tarassovi.
Untuk mendapatkan kesembuhan yang efektif, pengobatan menggunakan streptomisin, tetrasiklin, atau eritromisin harus dilakukan pada tahap awal penyakit. Yang lebih penting daripada pengobatan adalah mencegah timbulnya kembali infeksi melalui tindakan kebersihan lingkungan.
Pengobatan yang dilakukan secara dini dapat mencegah kerusakan jaringan ginjal dan hati yang sifatnya permanen. Setelah gejala klinis terlihat, sebaiknya secepat mungkin diberikan suntikan streptomisin maupun oksitetrasiklin. Untuk mengeliminasi leptospirosis dari kandung kemih penderita dapat digunakan streptomisin dosis tinggi, 25 mg/kgBB, dengan aplikasi pemberian secara intramuskuler (IM).
Selain itu, Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada di daerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IU penicillin dan 5 gr streptomycin (2x sehari).













BAB  III
PENUTUP


Kesimpulan
Penyakit Leptospirosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri leptospira interrogans family leptospiraceae. L. interrogans berbentuk batang, namun mempunyai lekuk-lekuk. Suhu optimum untuk perkembangbiakan antara 28 – 30 oC. Bakteri ini bersifat Gram negatif.
Penyakit ini umumnya dapat menyerang semua hewan ternak ruminansia terutama sapi. Namun juga dapat menyerang manusia atau bersifat zoonosis, umumnya penularan akibat kontak langsung dengan ternak seperti kotoran hewan yang telah terinfeksi bakteri yang dapat mengakibatkan gejala akut hingga menyebabkan kematian.
Bakteri Leptospira mampu bertahan bertahan hidup di dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan yang kondisinya lembab  dan bersuhu hangat. Biasanya kondisi ini dialami pada daerah yang memiliki iklim tropis. Saat memasuki musim penghujan maka kejadian leptospirosis akan meningkat. Oleh sebab itu bakteri ini umumnya  akan menginfeksi hewan dan manusia akibat kondisi lingkungan yang telah terkontaminasi bakteri. Biasanya akibat kontaminasi urine tikus yang telah terinfeksi bakteri leptospirosis.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Leptospirosis pada Ternak. http://www.pojok-vet.com/leptospirosis-pada-

ternak/. Diakses pada Februari 2015.

Anonim. 2013. Penyakit yang Menyebabkan Infertilitas pada beberapa Ternak. https://muchlass

            sains.wordpress.com/2013/04/27/penyakit-yang-menyebabkan-infertilitas-pada-

beberapa-ternak/. Diakses pada Februari 2015.

Anonim. 2014. Penyakit Leptospirosis pada Sapi - Penyakit yang perlu Diwaspadai saat

            Musim Penghujan. http://www.situs-peternakan.com/2014/10/penyakit-leptospirosis-

pada-sapi.html. Diakses pada Februari 2015.

Ressang, A.A. 1983. Patologi Khusus Veteriner. Bali: Percetakan Bali.

Soeharsono. 2002. Zoonosis: Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius.

Sumanta, H., Wibawa, T., Hadisusanto, S., Nuryati, A.dan Kusnanto, H. 2015. Spatial Analysis

 of  Leptospira in Rats, Water and Soil in Bantul District Yogyakarta Indonesia. Journal

of Epidemiology, Scientific Research Publising. 5: 22-31.

 

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distokia pada Sapi

Mycoplasma