Cara Penilaian Toksisitas
Cara Penilaian Toksisitas
Disusun oleh:
Nursaida Nasution
1202101010030
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2015
Pengertian Toksisitas
Toksisitas atau derajat racun adalah
potensi merusak dari suatu zat kimia. Istilah ini lebih baik menyatakan
kualitatif daripada kuantitatif. Kerusakan ini ditentukan oleh factor jumlah
zat kimia yang mengenai/masuk/diadsorpsi ke dalam tubuh (keparahan pemaparan,
dosis).
Klasifikasi Toksisitas
Berdasarkan sifat fisik, pengaruh
terhadap tubuh, lama terjadinya pemajanan atau pada tingkat efek racunnya.
Menurut sifat fisiknya dikenal :
a. Gas uap : tidak berbentuk, mengisi
ruangan pada suhu dan tekanan normal, tidak terlihat, tidak berbau pada
konsentrasi rendah, dan dapat berubah menjadi cair atau padat dengan perubahan
suhu dan tekanan.
b. Uap : bentuk gas dari zat yang
dalam keadaan biasa berwujud cair atau padat, tidak kelihatan dan berdifusi
keseluruh ruangan.
c. Debu : partikel zat padat yang
terjadi oleh karena kekuatan alami atau mekanis.
d. Kabut : titik cairan halus di
udara yang terjadi akibat kondensasi bentuk uap atau dari tingkat pemecahan zat
cair atau menjadi tingkat dispersi, melalui cara tertentu.
e. Fume : Partikel zat padat yang
terjadi oleh kondensasi bentuk gas, biasanya setelah penguapan benda padat yang
dipijarkan.
f. Asap : Partikel zat karbon yang
berukuran ≤ 0,5 mikron, sebagai akibat
pembakaran tidak sempurna bahan yang mengandung karbon.
g. Awan : Partikel cair sebagai hasil
kondensasi fase gas. Ukuran partikelnya 0,1 fase gas. Ukuran partikelnya 0,1-1
mikron.
Sedangkan
bahan kimia di udara menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:
1. Bahan bersifat partikel : debu, awan, fume, kabut
2. Bahan bersifat non partikel : gas, uap
Terhadap tubuh
bahan-bahan kimia dapa digolongkan menjadi:
1. Bahan partikel bersifat : Perangsang (kapas, sabun, bubuk
beras), Toksik (Pb, As, Mn), Allergen (tepung sari, kapas), Fibrosis (asbes,
kwarts), Menimbulkan demam (fume, Zn O), Inert (aluminium, kapas).
2. Bahan non partikel bersifat : Asfiksan (metan, helium),
Perangsang (amoniak, HCl, H2S), Racun anorganik, organic (TEL, As H3), Mudah
menguap yang : berefek anesthesi (Trichloroetilen), merusak alat dalam (C
Cl4), merusak darah (Benzene), merusak saraf (Parathion).
Penilaian
Toksisitas
Penilaian toksisitas adalah
penentuan potensi suatu bahan yang bertindak sebagai racun, keadaan dimana
potensi tersebut mulai disadari dan ciri-ciri dari kerja dari racun tersebut.
Tujuan penelitian toksisitas:
· Untuk melihat beberapa efek akibat paparan
toksikan dalam berbagai dosis untuk berbagai masa pajanan
· Untuk menunjukkan organ sasaran, sistem, atau
toksisitas khusus yang membutuhkan
penelitian lebih lanjut.
Adapun penelitian yang berhubungan
dengan masa pajanan, yaitu:
1. Uji toksisitas akut
2. Uji toksisitas jangka pendek (sub
akut atau sub kronik)
3. Uji toksisitas jangka panjang
1.
Uji Toksisitas
Akut
Tujuan uji toksisitas akut adalah
untuk menetapkan potensi toksisitas akut (LD50), menilai gejala kilinis,
spectrum efek toksik, dan mekanisme kematian.
►
LD50 (lethal dose 50) : menunjukkan dosis
dalam miligram tiap kilogram berat badan yang mengakibatkan kematian setengah
(50%) dari populasi hewan percobaan pada waktu tertentu.
►
LC50 (lethal concentration 50) :
menggambarkan jumlah konsentrasi suatu zat, dalam satuan miligram tiap
meterkubiknya.
Untuk uji toksisitas akut perlu
dilakukan pada sekurang-kurangnya satu spesies hewan coba, biasanya spesies
hewan pengerat yaitu mencit atau tikus, dewasa atau muda dan mencakup kedua jenis kelamin.
Perlakuan berupa pemberian obat
pada masing-masing hewan coba dengan dosis tunggal. Terkait dengan upaya
mendapatkan dosis letal pada uji LD50, pemberian obat dilakukan dengan besar
dosis bertingkat dengan kelipatan tetap. Penentuan besarnya dosis uji pada
tahap awal bertolak dengan berpedoman ekuipotensi dosis empiric sebagai dosis
terendah, dan ditingkatkan berpedoman ekuipotensi dosis empiric sebagai dosis
terndah, dan ditingkatkan berdasarkan factor logaritmik atau dengan rasio
tertentu sampai batas yang masih dimungkinkan untuk diberikan. Cara pemberian
diupayakan disesuaikan dengan cara penggunaannya.
Pada uji toksisitas akut
ditentukan LD50, yaitu besar dosis yang menyebabkan kematian (dosis letal) pada
50% hewan coba, bila tidak dapat ditentukan LD50 maka diberikan dosis lebih
tinggi dan sampai dosis tertinggi yaitu dosis maksimal yang masih mungkin
diberikan pada hewan coba. Volume obat untuk pemberian oral tidak boleh lebih
dari 2-3% berat badan hewan coba.
Setelah mendapatkan perlakuan
berupa pemberian obat dosis tunggal maka dilakukan pengamatan secara intensif,
cermat, dengan frekuensi selama jangka waktu tertentu yaitu 7-14 hari, bahkan
dapat lebih lama antara lain dalam kaitan dengan pemulihan gejala toksik.
Nilai LD50 berguna dalam beberapa
hal:
a. Klasifikasi zat kimia berdasarkan
toksisitas relative. Klasifikasi umum sebagai berikut:
Klasifikasi
|
Cara masuk
|
||
Oral
|
Dermal
|
Inhalasi
|
|
LD50 (mg/kg BB)
|
LD50 (mg/kg BB)
|
LC50 (mg/m3)
|
|
Super toksik
Sangat toksik
Toksik
Cukup toksik
Sedikit toksik
|
< 5
5 – 50
50 – 500
500 – 5000
> 5000
|
< 250
250 – 1000
1000 – 3000
3000 – 10.000
> 10.000
|
< 200
250 – 1000
1000 – 10.000
10.000 – 30.000
> 30.000
|
b.
Pertimbangan
akibat bahaya dari overdosis
c.
Perencanaan
studi toksisitas jangka pendek pada hewan
d.
Menyediakan
informasi tentang:
1 - Mekanisme
keracunan
- Pengaruh
terhadap umur, seks, inang lain, dan faktor lingkungan
- Tentang
respon yang berbeda-beda di antara spesies dan galur
e.
Menyediakan
informasi tentang reaktivitas populasi hewan-hewan tertentu
f. Menyumbang
informasi yang diperlukan secara menyeluruh dalam percobaan-percobaan obat
penyembuh bagi manusia
g. Kontrol
kualitas. Mendeteksi kemurnian dari produk racun dan perubahan fisik
bahan-bahan kimia yang mempengaruhi keberadaan hidup.
Penentuan
LD50
Tujuan
dilakukan penentuan LD50 adalah untuk mencari besarnya dosis tunggal
yang membunuh 50% dari sekelompok hewan coba dengan sekali pemberian bahan uji.
Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1.
Metode Weil
2.
Metode grafik
Probit
Hewan uji diberi
dosis-dosis yang menurun secara ekponensial sehingga didapatkan data presentasi
kematian berupa garis linier. Taraf kepercayaan dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus:
∆S = LD50 ±
Sx
Sx = 25 : (2N)12
S = LD84 – LD16
dua
3.
Metode
Farmakope Indonesia III
Rumus : m = a – b (ΣPi
– 0,5)
2.
Uji
Toksisitas Sub-akut/ Sub-kronis
Uji toksisitas subkronis adalah uji
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji
tertentu, selama kurang dari 3 bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan
spectrum efek toksik senyawa uji serta untuk memperlihatkan apakah spectrum
efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis.
Pengamatan dan
pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subkronis meliputi :
1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh
hari sekali.
2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau
kelompok hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali.
3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari.
4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali
pada awal dan akhir uji coba.
5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal
dan akhir uji coba.
6. Analisis urin paling tidak sekali.
7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba.
Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi
yang bermanfaat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang
dipengaruhinya. Selain itu juga dapat diperoleh info tentang perkembangan efek
toksik yang lambat berkaitan dengan takaran yang tidak teramati pada uji
ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar senyawa pada darah dan jaringan
terhadap perkembangan luka toksik dan keterbalikan efek toksik.
Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan
dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk
mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap badan dalam pemberian berulang.
Pengamatan
gejala toksis :
1. Pengamatan fisik, perilaku, saluran cerna, kulit dan
bulu.
2. Berat badan hewan uji.
3. Asupan makan atau minuman untuk masing-masing hewan uji
atau kelompok
Hewan uji.
1. Pemeriksaan fungsi organ secara biokimia melalui analisis
urin (bobot jenis, protein total, volume urin, glukosa, bilirubin) dilakukan
pada awal dan akhir uji.
2. Pengamatan gejala klinis diperiksa melalui pengamatan
fisik dalam jangka waktu setelah pemejanan tiap hari selama 30 hari.
Sasaran uji ini adalah hispatologi organ (organ-organ
yang terkena efek toksik), gejala-gejala toksik, wujud efek toksik (kekacauan
biokimia, fungsional, dan struktural) serta sifat efek toksik. Selain itu juga
batas keamanan toksikologi terutama KETT.
Tata cara
pelaksanaannya adalah:
1. Pemilihan hewan uji, dapat digunakan roden (tikus) dan
nirroden (anjing), sebaiknya dipilih hewan uji yang peka dan memiliki pola
metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia.
Disarankan paling tidak satu jenis hewan uji dewasa, sehat, baik jantan maupun
betina. Jumlah yang digunakan paling tidak 10 ekor untuk masing-masing jenis
kelamin dalam setiap kelompok takaran dosis yang diberikan.
2. Pengelompokan, minimal ada empat kelompok uji yaitu 3
kelompok dosis dan 1 kelompok kontrol negatif. Hal ini disebabkan karena untuk
regresi minimal digunakan 3 data sehingga dapat dianalisis hubungan dosis
dengan efek.
3. Takaran dosis, bergerak dari dosis yang sama sekali tida
menimbulkan efek toksis sampai dengan dosis yang betul-betul menimbulkan efek
toksik yang nyata. Minimal digunakan 3 peringkat dosis degan syarat dosis yang
tetinggi sebisa mungkin tidak mematikan hewan uji tetapi memberi wujud efek
toksik yang jelas (nyata). Sedangkan dosis terendah yang digunakan setingkat
dengan ED50-nya.
4. Pengamatan, berupa wujud efek toksik atau spektrumnya,
semua jenis perubahan
harus
diamati.
3. Uji
Toksisitas Kronis
Uji toksisitas kronis adalah uji toksisitas yang meliputi pengamatan
terhadap stimulus-stimulus yang dapat menghambat atau mengganggu kehidupan
biota uji secara terus menerus dalam jangka waktu relatif lama. Uji toksisitas
kronis harus mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas
kehidupan biota uji seperti pertumbuhan, reproduksi dsb.
Jumlah dan
spesies pada uji ini biasanya memakai satu spesies hewan atau lebih. Kecuali
ada indikasi lain biasanya dipakai tikus, anjing, primata. Jumlah untuk tikus
40-100 ekor dalam setiap kelompok perlakuan dan kontrol.
Cara
pemberian, dosis
Cara
pemberian sama seperti uji sub kronis. Kriteria seleksi dosis juga sama.
Pengujian pada tikus biasanya 2
tahun atau bahkan lebih lama. Tetapi dianjurkan masa uji tidak lebih dari 30
bulan, karena timbul kompilasi berupa tanda senilitas. Anjing dan monyet
dipelihara selama 7 tahun atau lebih selam pengujian.
Pengamatan
dan pemeriksaan:
Perlu dilakukan pada pemeriksaan BB, konsumsi
makanan, uji laboratorium dan pemeriksaan pasca mati.
Suatu percobaan yang baik yaitu
dengan memberikan perlakuan pemaparan untuk kedua jenis kelamin terhadap bahan
kimia dengan dosis yang berbeda. Dalam suatu percobaan
efek bahan kimia dapat menggunakan hewan coba hingga 500 ekor.
DAFTAR PUSTAKA
Amiria, D.F. 2008. Uji
Toksisitas. Skripsi FMIPA UI. Jakarta.
-industri.
Diakses pada Februari 2015.
Diakses
pada Februari 2015.
Donatus, I.A.
2001. Toksikologi Dasar. Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas
Farmasi UGM,
Yogyakarta.
Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar, diterjemahkan
oleh Imono Argo Donatos, Edisi III, IKIP.
Semarang: Semarang
Press.
Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK UNSRI. 2007. Kumpulan Kuliah Farmakologi.
Jakarta: EGC.
Komentar
Posting Komentar