Distokia pada Sapi
Paper Ilmu Kebidanan dan Kemajiran
DISTOKIA
Disusun Oleh:
Nama : Nursaida
Nasution
NIM : 12020101010030
Kelas : 04
FAKULTAS
KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BANDA
ACEH
2015
Pengertian Distokia
Distokia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami kesulitan
melahirkan/partus sehingga memerlukan pertolongan tenaga ahli. Itu merupakan
gejala dari kondisi induk atau kondisi fetus yang membuat jalannya fetus
melalui saluran peranakan menjadi terhambat. Distokia merupakan salah satu
kondisi kebidanan yang harus ditangani oleh dokter hewan. Kejadian distokia
pada ternak diperkirakan 3,3%, kejadian ini lebih banyak pada ternak sapi perah
dibandingkan pada sapi potong.
Kelahiran (partus) adalah suatu proses yang sangat rumit dan
distokia dapat muncul apabila beberapa bagian dari proses
tersebut mengalami kegagalan atau menjadi tidak terkoordinasi. Untuk
memudahkan penggambaran, maka penyebab distokia dibedakan menjadi dua, yakni
penyebab dasar dan penyebab langsung. Penyebab langsung distokia pun terbagi
menjadi dua, yaitu: penyebab maternal dan foetus.
Penyebab distokia
Penyebab-penyebab dasar distokia pada sapi antara lain :
1.
Factor
Lingkungan
·
Diet: hewan
yang diberi makan yang buruk dan berada dalam kondisi yang buruk maka
dapat mengalami kasus distokia yang tinggi, dan mengurangi daya
hidup pedet. Pemberian pakan yang terlalu banyak juga dapat
menyebabkan meningkatnya berat foetus, timbunan lemak intrapelvis, dan beresiko besar mengalami distokia. Namun
pengurangan diet secara drastis pada beberapa minggu terkahir kebuntingan juga harus
dihindari karena foetus akan terus tumbuh, sedangkan tubuh induk akan menjadi
korban karena nutrisinya terserap ke foetus.
·
Penyakit: Hipokalsemia
pada saat kelahiran adalah salah satu penyebab inersiauterine primer. Beberapa
penyakit lain seperti salmonellosis dan brucellosis jugadapat menyebabkan
distokia.
2.
Faktor
Intrinsik
·
Umur,
berat badan, ukuran pelvis induk : insiden distokia yang tinggi terjadi pada sapi dara, yang dikawinkan sewaktu muda, dan pada kelahiran pertama sapi,
namun hal ini dapat hilang seiring bertambah besarnya induk. Diameter pelvis
dan area pelvis juga meningkat seiring pertumbuhan dari berat badan induk.
Jarak eksternal diantara tuber coxae juga harus lebih besar dari 40 cm
sebelum sapi dara dikawinkan.
·
Lama kebuntingan: hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pada beberapa rascontinental (Bos Taurus)
menunjukkan waktu kebuntingan lebih lama sampai hampir 290 hari dibandingkan
waktu normal sapi yaitu 283 hari. Pada sapi yang bunting lebih lama juga dapat
meningkatkan berat anak sapi rata-rata 0,5 kg/hari dan panjang tulang foetus
juga meningkat.
·
Presentasi
fetus: insiden distokia dan lahir mati juga kasus-kasus tertinggi dalam kasus distokia.
Sedangkan penyebab langsung akan dijelaskan pada tabel di bawah
ini:
Penyebab
maternal
|
||
Kegagalan
untuk mendorong keluar
|
||
uterus
|
Inersia
uterine primer
|
-
Gangguan
myometrium. Pemekaran yang berlebihan, degenerasi (ketuaan, toksik, dll),
infeksi uterus, penyakit sistemik, jumlah anak sekelahiran yang sedikit,
herediter.
-
Defisiensi
biokimiawi: rasio estrogen/progesterone, oksitosin, prostaglandin, relaksin,
kalsium, glukosa
-
Histeris/gangguan
lingkungan
-
Oligoamnion
(defisiensi cairan amnion)
-
Kelahiran
prematur
|
Inersia
uterine sekunder
|
Sebagai
konsekuensi dari penyebab distokia lain
|
|
Kerusakan
uterus
|
Termasuk
rupture
|
|
Torsi uterus
|
Dapat juga
menyebabkan obstruksi saluran peranakan
|
|
abdominal
|
Ketidakmampuan
untuk mengejan
|
Karena umur,
kesakitan, kelemahan, rupture diaphragma, kerusakan trakea/laryngeal
|
Obstruksi
saluran peranakan
|
||
Tulang pelvis
|
Fraktur, ras,
diet, belum dewasa, neoplasia, penyakit
|
|
Jaringan
lunak
|
Vulva
|
Cacat
congenital, fibrosis, belum dewasa
|
Vagina
|
Cacat
congenital, fibrosis, prolapsed, neoplasia, abses perivagina, hymen
|
|
Serviks
|
Cacat
congenital, fibrosis, kegagalan untuk dilatasi
|
|
Uterus
|
Torsi,
deviasi, herniasi, adhesi, stenosis
|
|
Penyebab
fetal
|
||
Defisiensi
hormon
|
ACTH/cortisol:
inisiasi kelahiran
|
|
Disproposrsi
fetopelvis
|
Fetus yang
terlalu besar
|
Cacat pelvis
|
Monster fetus
|
||
Maldisposisi
fetal
|
Malpresentasi
|
Transversal,
lateral, vertical, simultaneous
|
Malposisi
|
Ventral,
lateral, miring
|
|
Malpostur
|
Deviasi dari
kepala dan kaki
|
|
Kematian
fetus
|
Gejala Klinis
Mengidentifikasi batas pasti dimana kelahiran normal berhenti dan
distokia terjadi tidaklah mudah. Walaupun keseluruhan durasi
kelahiran sangat bervariasi, harus ada tanda-tanda kemajuan yang
terus-menerus selama pengeluaran fetus. Kelahiran mungkin menjadi melambat pada
keturunan-keturunan tertentu, seperti pada Charolais, atau jika anak
sapirelatif besar. Anak sapi dapat bertahan hingga 8 jam selama tahap kedua
kelahiran tetapi waktu pengeluaran biasanya lebih pendek. Penyimpangan dari
kondisi normal yang tampak atau diduga ada harus diperiksa. Indikasi dari
terjadinya distokia meliputi:
·
Tahap
pertama kelahiran yang lama dan tidak progresif
·
Sapi
berdiri dengan postur abnormal selama tahap pertama kelahiran. Pada kasus
torsiuterus sapi dapat berdiri dengan punggung menurun dalam postur ‘saw
horse’.
·
Pengejanan
kuat selama 30 menit tanpa munculnya anak sapi
·
Kegagalan
anak sapi untuk dikeluarkan dalam waktu 2 jam setelah amnion
tampak pada vulva.
·
Malpresentasi,
malpostur atau maldiposisi yang nyata. Misalnya, tampaknya kepala fetus tanpa
kaki depan, ekor tanpa kaki belakang, kepala dan salah satu kaki depan.
·
Tampak korioallantois terpisah, mekonium
fetus, atau cairan amnion tercemar darah pada vulva. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa hipoksia fetus mungkin ada dan
kematian fetus telah terjadi.
Macam-macam posisi distokia dan cara penanganannya
1.
Presentasi:
Longitudinal anterior
Posisi: Dorso sacral
Postur: Unilateral shoulder flexion posture
Prognosa: Fausta
Penanganan : Ujung kaki yang menjulur diikat dengan tali,dan
biarkan menjulur, kemudian direpulsi, ekstensi bagian bahunya. Ujung
teracak dilindungi agar tidak melukai saluran reproduksi. Tali ujung kaki
kemudian ditarik keluar.
2.
Presentasi:
Longitudinal anterior
Posisi: Dorso sacral
Posture : Head neck flexion posture dorsal
Penanganan: salah satu kaki fetus di ikat, lalu fetus
direpulsikan kemudian diekstensi
sehingga posisi kepala menghadap kea rah vagina. Setelah posisi extended, fetus
siap untuk diretraksi keluar. Cara lain jika fetus tidak dapat dikeluarkan dan
masih dalam keadaan hidup adalah dengan operasi caesar.
3.
Presentasi:
Longitudinal anterior
Posisi: Dorso sacral
Posture: Dog sitting
Prognosa: Fausta
Penanganan:
Kaki diikat dengan tali, direpulsi, ekstensi kaki depan, dibuat
dorsalsacral, ekstensi, kemudian diretraksi. Penarikan harus
cepat karena umbilicus tergencet, jika
tidak fetus akan mati kehabisan nafas.
4.
Presentasi:
Longitudinal anterior
Posisi: Dorso sacral
Posture : Vertex Posture
Prognosa: Fausta-Infausta
Penanganan:
Salah satu kaki fetus diikat, lalu fetus direpulsikan kemudian dirotasi sehingga
posisi kepala tepat sedikit menengadah dan tidak mengganjal kembali pada tulang
pubis. Setelah posisi extended, fetus siap untuk diretraksi keluar. Cara lain
jika fetus tidak dapat dikeluarkan dan masih dalam keadaan hidup adalah dengan
operasi cesar.
5.
Presentasi :
longitudinal posterior
Posisi: Dorso illial
Posture:
Bilateral hip flexion posture (BreechPosture)
Prognosa: Infausta
Penanganan:
ikat salah satu kaki fetus sebagai acuan, lalu dengan bantuan
porok kebidanan fetus diekstensi, kemudian di keluarkan kaki belakangnya
dan diretraksi perlahan sesuai dengan irama kontraksi dari induk.
6.
Presentasi: Ventro transversal
presentation
Posisi: chepalo pubic
Postur:Dorso
illiaca sinister/dexter
Prognosa: Fausta
Penanganan: ikat
salah satu kaki depan fetus, lau dengan bantuan porok kebidanan fetus didorong
(ekstensi), lalu dirotasi dan siap untuk diretraksi.
7.
Presentasi: longitudinal posterior
Posisi: Dorso sacrum
Posture: Hock flexion posture
Prognosa: fausta-infausta
Penanganan: terlebih dahulu harus dilakukan palpasi vaginal untuk mendapatkan kaki fetus, setelah dirasa dapat maka kaki fetus lalu diikat dengan tali, posisi tubuh di repulse lalu diekstensikan untuk membenahi posisi badan dari fetus. Lalu dengan perlahan dilakukan versio, agar pas posisi depan-belakang, kemudian dilakukan retraksi dengan perlahan sesuai irama kontraksi induk.
8.
Presentasi:
longitudinal anterior
Posisi:
Dorso sacrum
Postur: bilateral hip flexio posture
Penanganan: pada posisi seperti gambar diatas,
maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mengikat kaki depan fetus
tersebut, lalu dengan bantuan porok kebidanan, posisi fetus direpulsi. Setelah
mengalami repulse maka hal selanjutnya adalah ekstensi, dalam hal ini
adalah pembenaran posisi untuk kaki belakang, setelah posisi sesuai dengan posisi normal
maka dilakukan penarikan fetus atau retraksi sesuai dengan kontraksi dari
uterus induk.
Pencegahan Distokia, Managemen Pengawinan dan
Pemeliharaan Sapi Bunting
Ternak
yang terhambat pertumbuhannya sering menderita distokia saat melahirkan. Oleh
karena itu perlu diberikan makanan yang sempurna. Jangan memberikan pakan yang
terlalu berlebihan pada sapi dara karena dapat meningkatkan lemak pada daerah
pelvis yang malah akan mengganggu proses kelahiran.
Sapi
yang bunting banyak sekali memerlukan gerak badan untuk itu dilepaskan di
padang terbuka atau dibawa jalan-jalan dengan maksud supaya peredaran darah
menjadi lebih lancar sehingga kesehatan fetus lebih terjamin, distokia dapat
dihindarkan dan terjadinya Retentiosecundinarum dapat dicegah menjelang
kelahiran yaitu, pada kebuntingan 7 bulan yang kebetulan sedang laktasi harus
dikeringkan walaupun produksi masih tinggi sebab waktu 2 bulan itu diperlukan
sapi tersebut untuk mempersiapkan laktasi yang akan datang.
Pengeringan
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1). Pemerahan berselang, 2).
Pemerahan tak lengkap, 3). Penghentian pemberian konsentrat dengan tiba - tiba
dibarengi dengan pemerahan bersela.
Manajemen
pakan pada umur kebuntingan muda (3-5 bulan) diberikan konsentrat sebanyak 1%
dari berat badan. Pada umur kebuntingan mulai 8 bulan, diberikan konsentrat
sebanyak 1% dari berat badan.
Pemberian
pakan pada sapi bunting kering berupa konsentrat dan hijauan. Pakan hijauan
yang diberikan sebanyak 45 kg per ekor per hari. Sedangkan pakan konsentrat
yang diberikan sebanyak 4 kg per ekor per hari.Kebutuhan nutrisi untuk sapi induk diantaranya :
a. Bunting
muda, terdiri dari
protein 7-10 % ; TDN 50-55 % ; EM 1.8 Mcal/kg ; Ca 0.5 %
dan Phosphorus 0.2 %.
b. Bunting
tua sampai laktasi, terdiri
dari protein
12 – 12.5 % ; TDN 60 -65 % ; EM 2 – 2,8 Mcal/Kg ;
Ca 0.7 % dan Phosphorus 0.3 %.
Kebutuhan
air sapi bunting dan menyusui berdasarkan suhu lingkungan, yaitu :
a. Suhu
22-25 O C konsumsi air minum 37 - 40 liter/hari/ekor.
b. Suhu
26 – 28 O C konsumsi air minum 55 – 60 liter/hari/ekor.
c. Suhu
30 – 32 O C konsumsi air minum 60 – 67 liter/hari/ekor.
Untuk
sapi pada umumnya mengkonsumsi air rata-rata 60 liter/hari/ekor.
Managemen
perkawinan
Yang paling penting adalah menentukan waktu yang tepat
untuk dikawinkan, karena waktu pengawinan yang salah dapat menyebabkan gangguan
reproduksi. Waktu IB pertama untuk sapi dara yang baik perawatannya dapat
dilakukan umur 14-16 bulan, sedangkan yang kurang baik perawtannya dapat
dilakukan umur 2-3 tahun. Setelah melahirkan, induk akan mengalami birahi pada
minggu ke sepuluh meskipun involusi uterus belum normal. Kesuburan akan kembali
normal pada 40-60 pasca kelahiran. IB yang dilakukan 40-60 hari pasca kelahiran
akan mendapatkan angka kebuntingan sampai 80%.
Penanganan
Distokia
Ada
beberapa prosedur obstetrik untuk manajemen distokia secara manipulative antara
lain :
a.
Repulsi,
yaitu mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kea rah dalam uterus. Memakai
tangan pelaksanaanya dengan
presentasi fetus :
1)
Anterior, tangan fetus antara bahu dan dada atau bawah
leher.
2)
Longitudinal posterior, tangan ditempatkan di daerah
perineal di atas arcus ischiadicus.
b.
Mutasi, yaitu
cara penanggulangan distokia dimana fetus dikembalikan ke presentasi, posisi
dan postur yang noemal melalui repulse, rotasi versi dan pembentukan atau
perentangan ekstremitas.
c.
Ekstensi,
yaitu pembetulan letak bagian-bagian fetus yang mengalami fleksi.
d.
Rotasi,
yaitu memutar tubuh fetus sepanjang sumbu longitudinal (ke kanan atau kiri).
Posisi dorso-ilial atau dorso pubis sering terjadi pada tortio uterus 90 – 180
derajat.
e.
Versio,
yaitu memutar fetus ke depan atau ke belakang
f.
Reposisi dan Retraksi
Retraksi dapat diterapkan setelah dilakukan reposisi pada
kasus malpresentasi, maldisposisi atau malpostur fetus.
g.
Fetotomi
Adalah memotong fetus yang tidak bisa dikeluarkan,
menjadi potongan-potongan kecil yang lebih mudah dikeluarkan melalui saluran
peranakan. Indikasi dilakukannya fetotomi antara lain penanganan distokia yang
disebabkan maldisposisi yang tidak dapat dikoreksi dengan cara manipulatif,
penanganan distokia yang disebabkan disproporsi fetopelvis dengan fetus mati
dan tidak dapat dikeluarkan dengan tarikan dan penanganan distokia yang
disebabkan oleh fetus terjepit selama pengeluaran fetus.
Fetotomi dilakukan dengan mempertimbangkan presentasi,
posisi dan postur fetus. Untuk fetus dengan presentasi anterior, fetotomi
dilakukan dengan pemotongan kepala terlebih dahulu, dilanjutkan pemotongan kaki
depan kanan dan kiri, kemudian pemotongan dada, lalu pemotongan pelvis. Jika
fetus dalam keadaan presentasi posterior, dilakukan pemotongan kaki belakang
terlebih dahulu. Ada 2 teknik fetotomi yaitu :
1)
Dalam fetotomi perkutan digunakan embrio tubuler, yang
melalui gergaji kawat dilewatkan. Gergaji kawat untuk memotong fetus sedangkan
embriotom melindungi jaringan maternal dari kerusakan.
2)
Dalam fetotomi subkutan bagian-bagian tubuh fetus dibedah
keluar dari dalam kulitnya hingga mengurangi bagian
terbesar fetus.
Perawatan induk pasca fetotomi yaitu vagina dan uterus
harus diperiksa secara manual untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak. Lalu
pemberian antibiotik local dan parenteral. Analgesi dan toksemia
guna terapi non-steriodal dan anti inflamasi.
h.
Sectio Caesaria
Indikasi cesar
pada sapi antara lain disproporsi fetopelvis, maldisposisi fetus yang tidak
dapat dikoreksi secara manipulatif, torsi uterus yang tidak dapat dibetulkan
lagi, dilatasi serviks atau bagian lain dari saluran peranakan yang tidak
lengkap, monster fetus dan kerusakan berat pada vagina. Indikasi secti caesaria
:
1) Distokia karena hewan
betina yang belum dewasa.
2) Dilatasi dan relaksasi
service yang tidak sempurna berhubungan dengan kelemahan uterus dan involution service dan uterus karena torsio uteri.
3) Fetus terlampau besar
secara abnormal. Sebelum
dilakukan operasi, hewan diberi anestesi epidural untuk mencegah pengejanan
Untuk lokasi operasi, terdapat dua pilihan lokasi, yaitu:
a) Daerah flank (
laparotomy flank )
Keuntungan: perlu anastesi local. Irisan dapat diperluas
dengan mudah, resiko pengotoran luka postoperasi atau herniasi kecil.
Kerugian : uterus sulit diekspos sebelum
pembukaan, peritoneum telah terkontaminasi oleh uterus khususnya jika fetus
mati dan mengalami emfisema.
b) Daerah ventrolateral
atau midline
Keuntungan : uterus (yang berisi satu anak sapi yang
emfisema) dapat lebih siap diekspos dengan sedikit risiko kontaminasi
peritoneum.
Kerugian : perlu sedasi berat atau anastesi
umum, berisiko pongotoran postoperative dari insisi atau herniasi lebih
tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Diakses
pada Maret 2015.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik Veteriner. Edisi ke-2.
Diterjemahkan oleh Aris Junaidi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Manan, D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala Press.
Toelihere, M.R. 1979. Ilmu
Kebidanan dan Kemajiran. Bandung: Angkasa.
Komentar
Posting Komentar