Uji Formalin

PENDAHULUAN

Hari/Tanggal   : Senin, 20 Februari 2017
Sampel                        : Ebi, bakso, mie, ikan asin, ikan teri medan, dan ikan segar
Asal Sampel    : Pasar Rukoh

Dewasa ini, produk pangan semakin baragam bentuknya, baik itu dari segi jenisnya maupun dari segi rasa dan cara pengolahannya. Namun seiring dengan semakin pesatnya teknologi pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk dihindari. Akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu produk pangan yang akan dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari, karena manusia semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengawasi keamanan pangan (Astawan dan Made, 2006).
Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. Akan tetapi apabila tidak ditangani dengan hati-hati,pangan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatanmanusia. Bahaya pada pangan dapat berasal dari pangan itu sendiri, misalnyaadanya kandungan toksin yang secara alamiah memang terdapat pada panganseperti HCN pada singkong pahit, asam jengkolat pada jengkol dantetrodotoksin pada ikan. Bahaya pangan lainnya dapat terjadi karena cemaranbahan berbahaya, baik bersifat biologis, kimia maupun fisik (Rahayu dan Muliani, 2011).  
Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan. Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak digunakan untuk mengawetkan makanan (Astawan dan Made, 2006).
Formalin merupakan nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, yaitu antara 20% - 40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan manusia. Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan formalin bermacam-macam, misal mual, muntah, bahakan dapat menyebabkan kanker. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Yuliarti, 2007).
Oleh karena itu perlu dilakukan uji formalin pada berbagai produk pangan seperti ebi, bakso, mie, ikan asin, ikan teri medan, dan ikan segar. Hal ini bertujuan agar kita dapat mengetahui produk apa saja yang mengandung pengwet buatan (formalin).














TINJAUAN PUSTAKA

Formalin merupakan larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan dan Made, 2006).
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif,dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya (Cipta Pangan, 2006).
            Undang-Undang No 7/1996 tentang pangan menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya aman, bergizi, bermutu dan dapat terjangkau Di Indonesia mie merupakan bentuk pangan yang digemari berbagai kalangan, mulai anak-anak hingga lanjut usia. Alasannya sifat mie yang enak, praktis dan mengenyangkan. Penggunaan pengawet pada bahan makanan sampai saat ini masih banyak dijumpai salah satunya adalah penggunaan formalin sebagai pengawet pada mie kuning (Riswanti, 2010).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).






















METODE PEMERIKSAAN

Prinsip
Bahan makanan yang mengandung formalin akan bereaksi dengan fenilhidrazin dan dengan penambahan indikator natrium nitroprusid akan membentuk warna biru dalam keadaan basa (setelah ditambah NaOH).

Alat dan Bahan
Bakso, ebi, ikan asin, teri, ikan kayu, mie, cawan petri, sentrifuse, tabung reaksi, akuades, fenilhidrazin, sodium nitroprusit, dan NaOH.

Cara Kerja
a.       Timbang 10 g sampel, masukkan ke dalam plastik lalu tambahkan 20 ml akuades, lalu masukkan dalam stomacher
b.      Masukkan dalam tabung, sentrifuse 3000 rpm selama 2 menit
c.       Ambil 10 ml supernatan dan masukkan dalam tabung reaksi
d.      Tambahkan 3 tetes 0,5% fenilhidrazin, 2 tetes 5% sodium nitroprusit dan 3 tetes 10% NaOH.
e.       Amati hasilnya:
Positif              : Larutan berwarna biru tua
Negatif                        : Larutan berwarna orange sampai merah








HASIL DAN PEMBAHASAN

1.      Hasil Pemeriksaan Formalin
a.       Ebi                         : Negatif
b.      Bakso                    : Negatif
c.       Mie                        : Negatif
d.      Ikan asin                : Negatif
e.       Ikan teri medan     : Negatif
f.       Ikan segar              : Negatif


 



Gambar 1. Hasil pemeriksaan formalin pada bahan pangan

Dari hasil pemeriksaan bahan pangan terhadap pengawetan formalin dinyatakan bahwa pangan pangan tidak mengandung formalin. Akan tetapi, jika hasil menunjukkan bahwa pemeberian formalin positif, maka larutan dari supernatan yang telah dicampur dengan larutan fenilhidrazin, sodium nitroprusid dan NaOH akan menjadi warna biru tua.
Ikan dan ebi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan dengan menggunakan formalin banyak dilakukan oleh nelayan agar ikan tersebut lebih bertahan lama yang akhirnya berdampak sangat merugikan masyarakat (Suhartini dan Hidayat, 2005).
Banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan formalin bagi tubuh manusia menyebabkan formalin dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Formaldehid dalam makanan dapat menyebabkan keracunan dengan gejala sakit perut akut, muntah-muntah, diare serta depresi susunan saraf. Selain itu, formaldehid juga bersifat korosif, iritatif, dapat menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh serta bersifat karsinogen (Eka, 2013).
Paparan formaldehid dapat menyebabkan turunnya kadar antioksidan dalam tubuh seperti superoksid dismutase dan glutathione tereduksi GSH), dan meningkatkan produksi senyawa reactive oxygen species (ROS) yang dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif yang berlangsung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lipid, protein bahkan DNA yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada hepar (Mahdi dkk., 2007).
Pada beberapa penelitian, pada pekerja yang terpapar formaldehid terjadi peningkatan ikatan silang DNA (Singgih, 2013). Ikatan silang DNA dapat terinduksi oleh perlakuan fisik maupun zat kimia, seperti formalin. Pembentukan ikatan silang DNA semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi formalin yang ada di dalam tubuh. Semakin banyak paparan formalin maka semakin meningkat ikatan silang DNA dan menyebabkan kerusakan berupa denaturasi DNA (Wilianto dan Yudianto, 2013).
Terdapat beberapa alasan penggunaan formalin pada proses pembuatan ikan asin yaitu penambahan formalin pada pengolahan ikan asin dapat meningkatkan mutu ikan asin yang dihasilkan karena ikan asin yang diolah dengan penambahan formalin menyebabkan ikan asin memiliki warna yang lebih cerah, tekstur daging lebih tebal dan lebih kenyal, ikan menjadi lebih awet dan tidak ditumbuhi oleh jamur. Selain itu, harga formalin jauh lebih murah dibandingkan dengan pengawet lainnya seperti natrium benzoat, jumlah yang diperlukan juga lebih sedikit, waktu pemrosesan juga lebih singkat dan mudah didapatkan di toko bahan kimia (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
Dengan latar belakang tersebut banyak diantara pengolah ikan asin yang kemudian menggunakan formalin sebagai bahan pengawet untuk ikan asin. Penggunaan formalin sebagai pengawet pada ikan asin dapat diganti dengan pengawet yang bersifat alami seperti penambahan bumbu-bumbu misalnya bawang putih, lengkuas, kunyit dan ketumbar. Di dalam bumbu-bumbu tersebut terdapat kandungan senyawa bioaktif yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan. Penambahan bumbu-bumbu dapur ini juga bisa mempengaruhi cita rasa dari ikan asin yang dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).














KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa bahan pangan yang diuji kandungan formalinnya hasilnya negatif, bahan tersebut seperti: ebi, mie, bakso, ikan asin, ikan teri medan, dan ikan segar. Hasil dari uij tersebut larutan berwarna orange kemerahan yang menandakan uji negatif.
Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan penggunaan formalin pada pangan yaitu mengatur peredaran bahan kimia berbahaya termasuk bahan pengawet, melakukan pengawasan intensif terhadap toko kimia yang menjual formalin serta pemerintah melakukan pembinaan terhadap produsen yang belum mengetahui bahaya formalin dalam pangan bagi tubuh manusia.
Selain upaya dari pemerintah, upaya dari konsumen juga diperlukan agar tidak memilih produk makanan yang mengandung formalin. Untuk itu konsumen perlu mengetahui ciri-ciri pangan yang mengandung formalin. Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin seperti ikan asin tidak rusak jika disimpan pada suhu kamar sampai waktu lebih dari satu bulan, warna ikan asin tampak lebih cerah, lebih bersih dan tidak berbau menyengat serta tidak dihinggapi lalat meskipun diletakkan di tempat yang terbuka. Dengan adanya pengetahuan yang baik mengenai ciri ikan asin berformalin diharapkan konsumen dapat lebih teliti lagi dalam memilih ikan asin yang akan dikonsumsi.









DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta, Bumi Aksara.
Astawan, M. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta, Penebar Swadya
Cipta Pangan. 2006. Formalin Bukan Formal. http://www.ciptapangan.com/files/do-
            Diakses pada 23 Februari 2017.
Eka, R. Rahasia  Mengetahui Makanan Berbahaya. 2013. Jakarta, Titik Media Publi-
            sher.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok, Departemen Farmasi FMIPA
            Universitas Indonesia.
Herdiantini, E. 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (Bahan Pengawet dan
Pewarna) yang Dilarang dalam Makanan Bandung, Fakultas Teknik Universitas Pasundan.
Mahdi, C., Aulaniam, Widodo dan Sumarno. 2007. Yoghurt sebagai detoksikan yang
            efektif  terhadap  toksisitas formalin yang terpapar dalam makanan. Malang. J
            Protein. 15 (1). 37.
Rahayu, W.P. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor, IPB Press.
Singgih, H. 2013. Uji kandungan formalin pada ikan asin menggunakan sensor warna        dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). J ELTEK. 11 (1) 55- 70.
Widyaningsih,  T.D.  dan  E.S.  Murtini. 2006.  Alternatif  Pengganti  Formalin  pada        Produk Pangan. Surabaya, Trubus Agrisarana.
Wilianto, W.  dan  A. Yudianto.  2013.  Pengaruh  paparan  formalin  dalam  berbagai       kadar  terhadap  DNA  muskulus  psoas  mayor  dengan  pemeriksaan  metode
PCR  lokus   CSF1PO,  D5S818,  D13S317,  D21S11.  J Kedokteran Forensik Indonesia. 15 (1).
Yuliarti. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan.Yogyakarta, Penerbit Andi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Distokia pada Sapi

Mycoplasma