Keracunan Pestisida
Paper Toksikologi Veteriner
Keracunan
Pestisida
Pengertian
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama.
Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa
di antaranya sebagai vektor penyakit. Penyakit-penyakit yang penularannya
melalui vektor antara lain malaria, onkosersiasis. filariasis, demam kuning,
riketsia, meningitis, tifus. dan pes. Insektisida membantu mengendalikan
penularan penyakit-penyakit ini.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat
samping keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan
penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan. sikap/perilaku pengguna
pestisida, penggunaan alat pelindung, serta kurangnya informasi yang berkaitan
dengan resiko penggunaan pestisida.
Penggolongan Pestisida
A.
Insektisida
Pestisida khususnya insektisida merupakan kelompok pestisida yang
terbesar dan terdiri atas beberapa sub kelompok kimia yang berbeda. yaitu:
1.
Organoklorin
merupakan insektisida chlorinated hydrocarbon secara kimiawi tergolong
insektisida yang relatif stabil dan kurang reaktif, ditandai dengan dampak
residunya yang lama terurai di lingkungan. Salah satu insektisida organoklorin
yang terkenal adalah DDT. Pestisida ini telah menimbulkan banyak perdebatan.
Kelompok organoklorin merupakan racun terhadap susunan syaraf baik pada
serangga maupun mamalia. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis. Keracunan
kronis bersifat karsinogenik (kanker).
2.
Organofosfat.
Insektisida ini merupakan ester asam fosfat atau asam tiofosfat. Pestisida ini
umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut
terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, cicak dan mamalia.
Pestisida ini mempunyai efek, memblokade penyaluran impuls syaraf dengan cara
mengikat enzim asetilkolinesterase. Keracunan kronis pestisida golongan
organofosfat berpotensi karsinogenik
3.
Karbamat,
kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Bekerja menghambat
asetilkolinesterase. Tetapi pengaruhnya terhadap enzim tersebut tidak
berlangsung lama, karena prosesnya cepat reversibel. Kalau timbul gejala,
gejala itu tidak bertahan lama dan cepat kembali normal. Pada umumnya,
pestisida kelompok ini dapat bertahan dalam tubuh antara 1 sampai 24 jam
sehingga cepat diekskresikan.
4.
Piretroid
dan yang berasal dari tanaman lainnya Piretroid berasal dari piretrum diperoleh
dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Insektisida tanaman lain
adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf.
Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi
pada orang yang peka.
B.
Herbisida
Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan belum
diketahui dengan pasti.
1.
Senyawa
klorofenoksi, misalnya 2,4-D (2,4 asam diklorofenoksiasetat) dan 2,4,5-T
(2,4,5-asam triklorofenoksi asetat). Senyawa-senyawa ini bekerja pada tumbuhan
sebagai hormon pertumbuhan. Toksisitasnya pada hewan relatif rendah. Tetapi
klorakne, mempunyai efek toksik pada manusia disebabkan oleh pencemar 2,3,7,8-
tetraklorobenzo-p-dioksin.
2.
Herbisida
biperidil, misalnya parakuat dan dikuat, telah dipergunakan secara luas.
Toksisitas zat ini dilakukan lewat pembentukan radikal bebas. Toksisitas
parakuat ditandai oleh efek paru-paru melalui paparan inhalasi dan oral.
Keracunan kronis pestisida paraquat dan dikuat bersifat karsinogenik
3.
Herbisida
lainnya seperti dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat
profam dan kloroprofam dan lain-lain.
C. Fungisida
1.
Senyawa
merkuri, misalnya metil dan etil merkuri merupakan fungisida yang sangat
efektif dan telah dipergunakan secara luas untuk mengawetkan butir padi-padian.
Beberapa kecelakaan tragis akibat penggunaan pestisida ini, menyebabkan banyak
kematian dan kerusakan neurologi menetap, sehingga kini tidak digunakan lagi.
2.
Senyawa
dikarboksimida antara lain dimetil-tiokarbamat (ferbam, tiram dan ziram) dan
etilenbisditiokar (maneb, nabam dan zineb). Toksisitas akut senyawa ini relatif
rendah. karena itu zat ini dipergunakan secara luas dalam pertanian tapi ada
kemungkinan berpotensi karsinogenik.
3.
Derivat
ftalimida misalnya kaptan dan folpet, mempunyai toksisitas akut dan kronis yang
sangat rendah namun berpotensi karsinogenik dan teratogenik.
4.
Senyawa
aromatik misalnya pentaklorofenol (PCP), sebagai bahan pengawet kayu.
Pentakloronitrobenzen (PCNB) dipergunakan sebagai fungisida dalam mengolah
tanah. Secara akut zat ini tidak begitu tosik dibandingkan PCP, tetapi dapat
bersifat karsinogenik.
5.
Fungisida
lain adalah senyawa Nheterosiklik tertentu misalnya benomil dan tiabendazol.
Toksisitas bahan kimia ini sangat rendah sehingga dipergunakan secara luas
dalam pertanian. Heksaklorobenzen dipergunakan sebagai zat pengolah benih.
D. Rodentisida
1.
Warfarin
adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai anti metabolit vitamin K, dengan
demikian menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini telah dipergunakan
secara luas karena toksisitasnya rendah.
2.
Tiourea
misalnya ANTU (a-naftiltiourea) sangat toksik pada tikus tetapi tidak begitu
toksik bagi manusia.
3.
Natrium
fluoroasetat dan fluoroasetamida, bersifat sangat toksik karena itu kedua zat
ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu yang mendapat izin. Kedua
toksikan ini bekerja menghambat siklus asam sitrat.
4.
Rodentisida
lainnya mencakup produk tumbuhan misalnya alkaloid striknin, perangsang susunan
syaraf pusat kuat, squill merah, yang mengandung glikosida skilaren A dan B.
Glikosida ini mempunyai efek kardiotonik dan emesis sentral karena itu zat ini
secara relatif tidak beracun bagi sebagian besar mamalia tetapi sangat beracun
bagi tikus. Rodentisida anorganik antara lain seng fosfid, talium sulfat, arsen
trioksida dan unsur fosfor.
E. Fumigan
Sesuai namanya, kelompok pestisida ini mencakup beberapa gas, cairan
yang mudah menguap dan zat padat yang melepaskan berbagai gas lewat reaksi
kimia. Dalam bentuk gas, zat-zat ini dapat menembus tanah untuk mengendalikan
serangga-serangga, hewan pengerat dan nematoda tanah. Banyak fumigan misalnya
akrilomtril, kloropikrm dan etilen bromida adalah zat kimia reaktif dan
dipergunakan secara luas dalam industri kimia. Beberapa fumigan bersifat
karsinogenik seperti etilen bromida, 1,3-dikloropropen.
Jalan Masuk Pestisida
Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal),
pernafasan (inhalasi) atau mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika
kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini akan terus berlangsung selama
pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada tiap bagian
tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain
sangat mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu
dapat pindah dari tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada
daerah ini kecepatan absorpsi sangat tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari
pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat serius, luka berat atau
bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena kecelakaan, kelalaian
atau dengan sengaja.
Keracunan dan Toksisitas Pestisida
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai
dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi keracunan pestisida antara lain:
a.
Dosis.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida,
karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani
hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau
takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.
b.
Toksisitas
senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.
Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan
kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan
pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi. Toksisitas
pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam
makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut
mati. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50
yaitu konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan
mati.
Makin rendah nilai LD 50/LC 50 maka makin toksis pestisida
tersebut.
a.
Jangka
waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus
lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-purus pada waktu yang sama. Jadi
pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru.
Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat
menimbulkan keracunan kronik.
b.
Jalan
masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan
pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan.
Pada petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar
melalui kulit dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan
pernafasan.
Cara Kerja Pestisida
a.
Pestisida
Golongan Organoklorin Insektisida organoklorin bekerja dengan merangsang sistem
syaraf dan menyebabkan paratesia, peka terhadap rangsangan, iritabilitas,
terganggunya keseimbangan, tremor dan kejangkejang. Cara kerja zat ini tidak
diketahui secara tepat. Beberapa zat kimia ini bekerja pada sistem syaraf.
b.
Pestisida
Golongan Organofosfat dan Karbamat Pestisida golongan organofosfat dan karbamat
memiliki aktivitas antikolinesterase seperti halnya fisostigmin, neostigmin,
piridostigmin, distigmin, ester asam fosfat, ester tiofosfat dan karbamat.
Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan karbamat sama
yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase,
sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin.
Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Toksisitasnya
Klasifikasi
|
LD50 untuk
tikus (mg/kg)
|
|||
Oral
|
Dermal
|
|||
Padat
|
Cair
|
Padat
|
Cair
|
|
Sangat
berbahaya sekali
|
< 5
|
<20
|
<10
|
<40
|
Sangat
berbahaya
|
5-50
|
20-200
|
10-100
|
40-400
|
Berbahaya
|
50-500
|
200-2000
|
100-1000
|
400-4000
|
Cukup
berbahaya
|
>500
|
>2000
|
>1000
|
>4000
|
Gejala dan Tanda Keracunan
No.
|
Jenis
Pestisida
|
Gejala &
Tanda
|
Keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Insektisida: Organoklorin
Oraganofosfat dan karbamat
Piretroid sintetik
Insektisida mikroba:
Bacillus thuringiensis
Herbisida
Herbisida
biperidil
Parakuat
Dikuat
Klorfenoksi
herbisida
Dikuat atau
parakuat
Fungisida
Pengawet kayu
Kreosot (coal tar)
Pentaklorofenol
Arsenic
Rodentisida:
Kumarin
Indadion
Seng sulfat
Strikhnin
Fumigan
Sulfur
florida
Fosfin
Halokarbon
|
Mual, muntah,
gelisah, pusing, lemah, rasa geli atau menusuk pada kulit, kejang otot,
hilang koordinasi, tidak sadar
Lelah, sakit
kepala, pusing, hilang selera makan, mual, kejang perut, diare, penglihatan
kabur, keluar: air mata, keringat, air liur berlebih, tremor, pupil mengecil,
denyut jantung lambat, kejang otot (kedutan), tidak sanggup berjalan, rasa
tidak nyaman dan sesak, buang air besar dan kecil tidak terkontrol,
inkontinensi, tidak sadar dan kejang-kejang
Iritasi
kulit: pedih, rasa terbakar, gata-gatal, rasa geli, mati rasa, inkoordinasi,
tremor, salivasi, muntah, diare, iritasi pada pendengaran dan perasa.
Radang
saluran pencemaan
Iritasi pada
kulit, mata, saluran pencemaan
Pertumbuhan
abnormal pada : paru, lensa dan kornea rnata, mukosa hidung, kerusakan
paru-paru, ginjal, hati dan otak.
Gangguan
lensa mata dan dinding saluran usus, gelisah, mengurangi sensiti vitas
terhadap rangsangan
Iritasi
tingkat sedang pada kulit dan membran mukosa, rasa terbakar pada hidung,
sinus dan dada, batuk, pusing. Iritasi perut, muntah, perut dan dada sakit,
diare, pusing, bingung, bizar, tidak sadar
Iritasi pada
membran mukosa mulut, kerongkongan dan perut, muntah, iritasi kulit dan rasa
terbakar, mimisan, radang pada mulut dan saluran pernafasan atas.
Iritasi pada
membran mukosa
Iritasi kulit
hingga dermatitis, Iritasi mata dan saluran pemafasan, kerusakan hati parah
Sakit kepala, pusing, mual, muntah, timbul bercak biru kehitaman-hijau kecoklatan
pd kulit.
Iritasi
kulit, mata dan saluran pemafasan Dermal menimbulkan rasa kaku pada hidung,
tenggorokan gatal, keluar air mata, berjerawat. Demam, sakit kepala, mual,
berkeringat banyak, hilangnya koordinasi, kejang-kejang, demam tinggi, kejang
otot dan tremor, sulit bernafas, konstriksi dada, nyeri perut dan muntah,
gelisah, eksitasi dan bingung, haus hebat, kolaps.
Mual, sakit
kepala, diare, nyeri perut, pusing, kejang otot, mengigau, kejang-kejang
Kronis: sakit
kepala menetap, sakit perut, salivasi, demam iritasi saluran pemafasan atas.
Perdarahan pada hidung, gusi, kencing berdarah, feses berlendir, timbul
bercak biru kehitaman-hijau kecoklatan pd kulit.
Kerusakan
saraf, jantung dan sistem sirkulasi, hemoragi, kematian pada hewan. Pada
manusia belum ada dampak yang dilaporkan
Diare, nyeri
perut, mual, muntah, sesak, tereksitasi, rasa dingin, hilang kesadaran, edema
paru, iritasi hebat, kerusakan paru-paru, hati, ginjal dan sistem saraf
pusat, koma kematian
Kerusakan
sistem saraf dalam 20-30 menit: kejangkejang hebat, kesulitan pemafasan,
meninggal.
Sakit kepala,
pusing. mual, muntah
Depresi,
sempoyongan, gagap, mual, muntah, nyeri lambung. gelisah, mati rasa, kedutan,
kejang-kejang, nyeri dan rasa dingin di kulit, kelumpuhan pemafasan
Rasa dingin,
nyeri dada, diare, muntah, batuk, dada sesak, sukar bernafas. lemas, haus dan
gelisah,nyeri lambung, hilangnya koordinasi, kulit kebiruan, nyeri tungkai,
perbesaran pupil, timbul cairan pada paruparu, pingsan, kejang-kejang, koma
dan kematian
Kulit kemarahan,
melepuh dan pecah-pecah menimbulkan kulit kasar dan iuka. Nyeri perut, lemah,
gagap, bingung, tremor, kejangkejang seperti epilepsi.
|
Tidak ada
antidot langsung untuk mengatasi keracunan. Obat yang diberikan hanya
mengurangi gejala seperti anti konvulsi dan pernafasan buatan.
Gejala
keracunan karbamat cepat muncul namun cepat hilang jika dibandingkan dengan
organofosfat. Antidot: atropin atau pralidoksim.
Jarang
terjadi keracunan, karena kecepatan absorpsi melalui kulit rendah dan
piretroid cepat hilang
Akumulasi
selama menimbulkan kematian 24-72 jam,
Lebih ringan
dari pada parakuat
Kontak dalam
jangka lama akan menghilangkan pigmen kulit. Daiam tubuh hanya tinggal dalam
waktu singkat
Dosis tinggi
Dermal,
inhalasi, oral
Oral
Dermal
Oral
Berdampak
pada sistem saraf pusat, paru-paru, jantung dan hati. Gejala muncul 1-
beberapa jam setelah paparan. Kematian terjadi setelah 1-3 hari setelah
paparan (tergantung dosis)
|
Sifat Pestisida
A.
Berdasarkan
Fungsinya
·
Memberantas
atau mencegah hama,penyakit yang merusak tanaman,bagiantanaman atau hasil-hasil
pertanian
·
Memberantas
gulma
·
Mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
·
Mengatur
atau merangsang tanaman atau bagian dari tanaman
·
Memberantas
atau mencegah hama luar pada hewan peliharaan
·
Memberantas
atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga
B.
Berdasarkan
Struktur kimianya
·
Organophosphat
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dansering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya
dalam jumlah sedikit saja dapatmenyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih
dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada
orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam
sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh.
·
Carbamate
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat.
Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia
dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.
Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamiah dalam kacang
Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai
sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah Sevine. Mekanisme
toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE
dihambat dan mengalam karbamilasi.
·
Organochlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri
dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk
kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah
“Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun
komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya
pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan
serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut.
Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata.
Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/kg akan dapat menyebabkan keracunan,
hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia
adalah 300-500 mg/kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi
penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian,
bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi.
Penanganan
Penanganan keracunan pestisida setiap orang yang pekerjaannya
sering berhubungan dengan pestisida seperti petani, buruh penyemprot dan lain-lain
harus mengenali gejala dan tanda keracunan pestisida dengan baik. Tindakan
pencegahan lebih baik dilakukan untuk menghindari keracunan. Setiap orang yang
berhubungan dengan pestisida harus memperhatikan hal-halberikut:
1.
Kenali
gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.
2.
Jika
diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.
3.
Identifikasi
pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit atau
dokter yang merawat.
4.
Bawa
label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan
pertama penanganan korban.
5.
Tindakan
darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke rumah
sakit.
Pertolongan pertama yang dilakukan
1)
Hentikan
paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan pakaian korban
dan cuci/mandikan korban
2)
Jika
terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu
untuk menolong korban.
3)
Korban
segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida
4)
Keluarga
seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pestisida sehingga jika
terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.
Pencegahan dan Pengobatan
Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida adalah
dengan tidak menggunakan pestisida sebagai pemberantas hama. Mengingat akibat
sampingan yang terlalu berat, atau bahkan menyebabkan kerusakan lingkungan
dan merosotnya hasil panen, penggunaan pestisida mulai dikurangi.
Cara-cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau mengurangi
serangan hama antara lain :
·
Pengaturan
jenis tanaman dan waktu tanam
·
Memilih
varietas yang tahan hama
·
Memanfaatkan
musuh-musuh alami serangga
·
Penggunaan
hormon serangga
·
Sterilisasi
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama
untuk toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit
akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan
dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit
dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat,
pseudokholinesterase dan aktifits eritrosit kholinesterase harus diukur dan
bila kandungannya jauh dibawah normal, kercaunan mesti terjadi dan gejala
segera timbul. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg (IV) dan
biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atropin akan memblok efek
muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah
obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual
secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.
DAFTAR PUSTAKA
BTKL-PPM. 2009. Analisis Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Petani dan Lingkungan
di
Kecamatan Tanete
Riattang Barat Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi Selatan.
Makassar: Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular.
56789/1/kimia-nurhasmawaty7.pdf.
Diakses pada Mei 2015.
Raini, M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat
Keracunan Pestisida. Jurnal
Media Litbang
Kesehatan. 17 (3): 10-18.
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Bandung: Gadjah
Mada Uuniversity.
Komentar
Posting Komentar